Kriteria Pakaian Wanita Muslimah
1. MENUTUP SELURUH
BADAN, SELAIN YANG DI KECUALIKAN.
Allah berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Katakanlah kepada wanita yang
beriman: “ Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang (biasa) nampak
dari pada nya.(QS. An. Nuur : 31).
Allah berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuannmu dan istri-istri orang mukmin :“Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS.
Al. Ahzab : 59).
Ibnu Katsir berkata : Maksudnya mereka tidak
menampakkan sedikitpun perhiasannya kepada orang-orang ajnabi (yang bukan
mahromnya), kecuali bagian yang tidak mungkin mereka sembunyikan. Ibnu Mas’ud
berkata : Seperti misalnya selendang dan pakaian, yaitu : “ Tutup kepala yang
biasa di kenakan oleh wanita Arab dan pakaian bawah yang biasa mereka
tampakkan, maka itu tidak mengapa mereka tampakkan, karena tidak mungkin mereka
sembunyikan. (Tafsir Ibnu Katsir, Juz III hal :
266).
Para Ulama Salaf dari kalangan Sahabat dan
Tabi’in berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat : “Kecuali yang biasa
tampak” :
·
Ibnu Abbas berkata : Yang
dimaksud adalah wajah, telapak tangan dan cincin.
·
Adz-Dzuhri berkata : Yang dimaksud adalah cincin dan gelang.
·
Imam Ibnu Zaid berkata :
Yang dimaksud adalah: celak, inai dan cincin.
·
Adh Dhahhak berkata : Yang
dimaksud adalah: telapak tangan dan wajah.
·
Hasan Al-Bashri berkata :
Yang dimaksud adalah : wajah dan pakaian luar.
Imam Ath Thabari
berkata : “Yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud
adalah: wajah dan kedua telapak tangan, dan termasuk di dalamnya celak, cincin,
gelang dan inai. (Tafsir Jami’ul Bayan, Juz X hal : 142-143).
2.
TIDAK UNTUK BERHIAS
Allah berfirman :
وقرن
في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجهلية الأولى
Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu, dan janganlah berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyyah dahulu; (QS. Al. Ahzab : 33).
Rasulullah bersabda :
ثلاثة
لا تسأل عنهم : رجل فارق الجماعة وعصى إمامهم ومات عاصيا و أمة أو عبد أبق فمات و
إمرأة غاب عنها زوجها قد كفاها مؤونة الدنيا فتبرجت بعده فلا تسأل عنهم
Ada tiga golongan manusia yang tidak
ditanya (karena mereka sudah pasti termasuk orang-orang yang celaka). Pertama
“Seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya, dan
meniggal dalam kedurhakaannya”. Kedua “Seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri meninggalkan
tuannya, lalu dia mati “. Ketiga “ Seorang wanita ketika di tinggal pergi oleh
suaminya, dimana telah mencukupi kebutuhan duniawinya, namun ketika suaminya tidak ada) dia bertabarruj. [1]
Tabarruj
adalah perbuatan wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta
segala hal yang seharusnya ditutup dan disembunyikan karena bisa membangkitkan
syahwat laki-laki.
Jadi,
maksud perintah mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutup perhiasan wanita.
Dengan demikian, maka tidaklah masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk
menutup perhiasan wanita itu malah menjadi pakaian untuk berhias, sebagaimana
yang sering kita temukan.
Berkaitan dengan ini, Imam
Adz-Dzahabi berkata: “Diantara perbuatan yang menyebabkan akan mendapatkan
laknat Allah adalah: menampakkan perhiasan emas dan mutiara yang berada dibalik
niqab (tutup kepalanya), memakai berbagai wangi-wangian, seperti, “misk, anbar
dan thib ketika keluar rumah”, memakai berbagai kain yang dicelup, memakai
pakaian sutera, memanjangkan baju (secara berlebih-lebihan) dan melebarkan
serta memanjangkan lengannya (juga secara berlebih-lebihan). Semuanya itu
adalah termasuk tabarruj yang dibenci oleh Allah, yang pelakunya mendapatkan
murka Allah di dunia dan di akhirat.[2]
Imam Al-Alusi berkata : “Selanjutnya
menurut hemat saya, yang termasuk dalam katagori perhiasan yang dilarang untuk
ditampakkan adalah pakaian yang biasa di pakai oleh kebanyakan kaum wanita
untuk bermewah-mewahan di zaman kita sekarang ini, yang di tutupkan di atas
pakaian biasanya yang dipakai ketika mereka hendak keluar rumah. Contohnya
kerudung yang di sulam dengan benang sutera warna-warni dan ditambah pula
dengan perhiasan emas dan perak kerlap-kerlip yang menyilaukan mata.”[3]
3.
KAINNYA
HARUS TEBAL (TIDAK TIPIS)
Sebab yang
namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing
fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah
telah bersabda: "Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang
berpakaian namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat
bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum
wanita yang terkutuk." Di dalam hadits lain terdapat tambahan :
"Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal
baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." [4]
Ibnu Abdil Barr berkata : Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang
mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk
tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap
berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. [5]
Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah
memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih)
kemudian Umar berkata : Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu!.
Seseorang kemudian bertanya: Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu
kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang,
namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis. Maka
Umar menjawab: : Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk
tubuh). [6]
Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan
menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu
lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh karena
itu Aisyah spernah berkata : "Yang namanya khimar adalah yang dapat
menyembunyikan kulit dan rambut."
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Az-Zawazir
telah menulis bab khusus tentang wanita yang mengenakan pakaian tipis, yang
masih menampakkan (menggambarkan) warna kulitnya, yang mana hal itu termasuk
dosa besar. Kemudian ia
menyebutkan hadits diatas, lalu berkata: “ Memasukkan perbuatan tersebut
sebagai salah satu dosa besar sudah jelas lantaran perbuatan tersebut di ancam
dengan ancaman yang keras. Lagi pula perbuatan tersebut mudah di fahami
menyerupai laki-laki.[7]
4.KAINNYA
HARUS LONGGAR DAN TIDAK KETAT.
Usamah
bin Zaid berkata : Pernah Rasulullah memberi saya baju qibthiyyah yang tebal,
hadiah dari Dihyah Al. Kalbi. Baju itu pun saya pakaikan pada istri saya. Nabi
bertanya kepada saya : Mengapa kamu tidak pernah memakai baju qibthiyyah?, saya
menjawab : Baju itu saya pakaikan istri saya, lalu beliau bersabda :
“Perintahkan istrimu agar memakai baju dalam ketika memakai baju qibthiyyah,
karena saya khawatir baju qibthiyyah itu masih menggambarkan bentuk tulangnya.
Imam
Asy-Syaukani berkata : “Hadits ini menunjukkan wajibnya seorang wanita memakai
pakaian yang menutup seluruh badannya dengan pakaian yang tidak menggambarkan
bentuk tubuhnya. Ini menjadi syarat dari pakaian yang merupakan penutup aurat.[8]
5.TIDAK
DIBERI WEWANGIAN DAN PARFUM.
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda :
أيما إمرأة استعطرت فمرت على قوم ليجدوا
من ريحها فهي زانية
"Setiap
perempuan yang memakai wewangian, lalu dia lewat dihadapan laki-laki (asing)
agar mereka menciumnya, maka dia adalah pezina. [9]
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam, bersabda :
إذا شهدت إحداكن إلى المسجد فلا تقربن
طيبا
"Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak kemesjid,
maka janganlah ia sekali-kali dia memakai wewangian".[10]
Ibnu Daqiq Al-‘Ied berkata: “Hadits
tersebut menunjukkan haramnya wanita memakai wewangian ketika hendak kemasjid,
karena hal itu membangkitkan nafsu birahi laki-laki.
Imam
Al-Haitami berkata: “Keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai
wewangian dan dengan berhias adalah termasuk dosa besar, meskipun suaminya
mengizinkan.
Sebab
munculnya larangan tersebut jelas, karena hal itu akan membangkitkan nafsu
birahi laki-laki. Hal-hal lain yang biasa dilakukan oleh wanita yang di
katagorikan oleh para ulama dapat membangkitkan nafsu adalah: Berpakaian indah,
memakai perhiasan yang mencolok mata, memakai asesoris pakaian, dan berbaurnya
dengan laki-laki.
Syaikh
Al-Albani menyebutkan: “Bila hal itu (memakai wewangian) diharamkan bagi wanita
yang hendak kemasjid, lalu apa hukumnya bagi wanita yang hendak pergi ke pasar
atau tempat keramaian lainnya?. Tidak diragukan lagi bahwa hal itu lebih haram
dan lebih besar dosanya.[11]
6.TIDAK
MENYERUPAI LAKI-LAKI.
Dari Abu Hurairah, ia berkata :
لعن
رسول الله صلى الله عليه و سلم الرجل يلبس لبسة المرأة و المرأة تلبس لبسة الرجل
Rasulullah melaknat laki-laki
yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.[12].
Abu Dawud juga berkata : Saya pernah
bertanya kepada Imam Ahmad, bolehkah seseorang memakaikan sandal jepit kepada
anak perempuannya ? Dia menjawab, “Tidak boleh, kecuali dia memakainya untuk
berwudhu’. Saya bertanya kalau untuk berhias? Dia menjawab “Tidak boleh”. Saya bertanya
lagi, bagaimana kalau dia mencukur rambutnya ( maksudnya : botak) ? Dia
menjawab “ Tidak boleh “.[13]
Imam Adz-Dzahabi memasukkan
perbuatan ini sebagai dosa besar, dalam kitabnya Al-Kabair beliau
berkata: “Jika seorang wanita memakai pakaian laki-laki, berarti ia telah
menyerupai laki-laki, sehingga ia di laknat oleh Allah dan RosulNya. Laknat
Allah ini bisa juga menimpa suaminya, bila dia membiarkan dan tidak melarang
istrinya melakukan hal seperti itu, karena seorang suami di perintahkan untuk
membimbing istrinya agar senantisa taat kepada Allah dan mencegahnya agar tidak
melakukan perbuatan maksiat.[14]
7.TIDAK
MENYERUPAI PAKAIAN ORANG-ORANG KAFIR.
Allah
berfirman :
ولن ترضى عنك اليهود ولن
النصارى حتى تتبع ملتهم قل إن هدى الله هوالهدى ولئن اتبعت أهواءهم بعد الذي جاءك
من العلم مالك من الله من ولي ولا نصير
Orang-orang
Yahudi dan Nasroni tidak akan ridho kepadamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar. Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetehuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi Pelindung dan Penolong bagimu.” [15]
Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam :
من تشبه بقوم فهو
منهم
Barang siapa yang menyerupai suatu kaum
maka ia termasuk golongan mereka.”[16]
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
bersabda :
ليس منا من تشبه
لغيرنا
Bukan termasuk golongan kami orang yang
menyerupai selain golongan kami.[17]
Syekh
Mahmud Mahdi Al-Istambuli dalam kitab Tuhfatul-‘Arus berkata:
“Sesungguhnya tasyabbuh (menyerupai) terhadap orang-orang asing (Yahudi dan
Nasroni) akan menghilangkan kepribadian seseorang dan meleburnya akstistensi
umat. Ini menunjukkan kelemahan umat
tersebut karena yang lemah itu akan mengikuti yang kuat. Dan tasyabbuh terhadap
orang-orang kafir dalam berpakaian dan kebiasaan-kebiasaan mereka akan menyeret
kita kepada tasyabbuh terhadap pemikiran dan keyakinan-keyakinan mereka.[18]
8.BUKAN MERUPAKAN
PAKAIAN SYUHROH (UNTUK MENCARI POPULARITAS ).
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
menjelaskan bahwa yang dimaksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang dipakai
dengan tujuan untuk meraih popularitas ditengah orang banyak. Baik pakain itu
harganya mahal yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan harta dan
perhiasannya, maupun pakaian murahan yang dipakai oleh seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya’.”[19]
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
Wasallam bersabda :
من
لبس ثوب شهرة في الدنيا ألبسه الله ثوب مذلة يوم القيامة
Barangsiapa memakai pakaian untuk
mencari ketenaran didunia, maka Allah akan mengenakan pakaian kehinaan
kepadanya pada Hari Kiamat kemudian membakarnya dengan api neraka. [20]
Imam Asy-Syaukani berkata: “Hadits
ini menunjukkan haramnya pakaian syuhroh, dan termasuk didalamnya adalah
memakai pakaian yang menyelisihi orang-orang fakir supaya orang-orang fakir itu
melihat padanya dengan ta’ajub disebabkan pakaianya tersebut, sehingga mereka
menghormatinya.”[21]
9.CADAR (
NIQAB )
Para
Ulama berbeda pendapat berkenaan dengan hukum cadar. Sebagian menyatakan
hukumnya wajib, ada yang mengatakan sunnah, bahkan ada yang berpendapat bahwa
cadar adalah perbuatan bid’ah dan sikap berlebih-lebihan dalam dien. Pendapat
ketiga adalah pendapat bathil yang tidak memiliki landasan syar’i.
Adapun
dua pendapat pertama (yaitu antara yang mewajibkan dan mensunnahkannya), disini
akan kami kemukakan beberapa dalil yang di jadikan pijakan oleh para Ulama,
dari masing-masing pendapat.[22]
Dalil-dalil
yang mewajibkan cadar.
Allah berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن .....
Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. [23]
Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan perhiasan yang biasa
nampak dari wanita adalah: “pakaian.”
Dengan demikian yang boleh nampak
dari wanita hanyalah pakaian, karena memang tidak mungkin di sembunyikan.
Allah berfirman :
ياأيها
النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن
يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
Hai Nabi katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [24]
Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'Anhu berkata: Allah memerintahkan kepada istri-istri kaum
mukmin, jika mereka keluar rumah untuk suatu keperluan hendaklah mereka
menutupi wajah mereka dengan jilbab dari kepala mereka hingga menampakkan satu
mata saja.
Abu
‘Ubaidah As-Salmani dan lainnya memperaktekkan cara mengulurkan jibab itu
dengan selendangnya, yaitu menjadikannya sebagai kerudung, lalu dia menutupi
hidung dan matanya sebelah kiri, dan menampakkan matanya sebelah kanan. Lalu
dia mengulurkan selendangnya dari atas kepala sehingga dekat kealisnya, atau
diatas alis.
Imam
As-Suyuthi berkata: Ayat hijab ini berlaku bagi seluruh wanita, didalam ayat
ini terdapat dalil kewajiban menutup kepala dan wajah bagi wanita.
Syaikh
Bakar bin Abu Zaid berkata: Perintah mengulurkan jilbab ini meliputi menutup
wajah berdasarkan beberapa dalil :
1. Makna jilbab dalam bahasa Arab adalah :
Pakaian longgar yang menutupi seluruh badan. Dan seorang wanita wajib memakai
jilbab itu pada pakaian luarnya dari ujung kepalanya turun sampai menutupi
wajahnya, segala perhiasannya dan seluruh badannya sampai menutupi kedua ujung
kakinya.
2. Yang biasa nampak pada sebagian wanita
jahiliyyah adalah wajah mereka. Maka Allah perintahkan istri-istri dan
anak-anak perempuan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam serta istri-istri orang
mukmin untuk mengulurkan jilbabnya ketubuh mereka. Kata idna yang
ditambahkan huruf ‘ala mengandung makna mengulurkan dari atas.
Maka jilbab itu diulurkan dari atas kepala menutupi wajah dan badan.
3. Menutupi wajah, baju dan perhiasan
dengan jilbab itulah yang difahami oleh wanita-wanita Shahabat.
4. Dalam firman Allah : Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah intuk dikenal, dan karena itu mereka tidak
diganggu. “Menutup wajah wanita merupakan tanda bahwa wanita tersebut
adalah wanita baik-baik, dengan demikian tidak diganggu. Demikian juga jika
wanita menutupi wajahnya, maka laki-laki yang rakus tidak akan berkeinginan
untuk membuka anggota tubuhnya yang lain. Maka membuka wajah bagi wanita merupakan sasaran gangguan dari laki-laki
jahat. Dan dengan menutupi wajahnya, seorang wanita tidak akan memikat dan
menggoda laki-laki sehingga dia tidak akan diganggu.
5. Aisyah berkata :
Para pengendara kendaraan biasa melewati kami disaat kami (para wanita)
berihram bersama-sama Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka jika mereka
mendekati kami, salah seorang dari kami
menurunkan jilbabnya dari kepalanya pada wajahnya. Jika mereka telah melewati
kami, kami membuka wajah. [25]
6. Asma’ binti Abu Bakar berkata: Kami menutupi wajah kami dari laki-laki,
dan kami menyisir rambut sebelum itu disaat ihram. [26]
Ini menunjukkan bahwa menutup wajah bagi wanita sudah merupakan kebiasaan
para waniata Shahabat.
Allah berfirman :
وليضربن
بخمورهن على جيوبهن .....
Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung (khumur) mereka kedada (dan leher) mereka. [27]
Syaikh Al-Utsaimin berkata
:Berdasarkan ayat ini wanita wajib menutupi dada dan lehernya. Kalau menutupi
dada dan lehernya saja wajib, maka menutup wajah lebih wajib lagi karena wajah
adalah tempat kecantikan dan godaan. Bagaimana mungkin agama yang bijaksana ini
memerintahkan wanita menutupi dada dan lehernya, tetapi membolehkan membuka
wajah.
Allah berfirman :
ولايضربن بأرجلهن ليعلم مايخفين من
زينتهن
Artinya : Dan janganlah mereka
memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. [28]
Allah melarang wanita menghentakkan
kakinya agar diketahui perhiasannya yang dia sembunyikan, seperti gelang kaki
dan sebagainya. Hal ini kerena di khawatirkan laki-laki akan tergoda gara-gara
mendengar suara gelang kakinya dan semacamnya. Maka godaan yang ditimbulkan
karena memandang wajah wanita cantik, lebih besar daripada sekedar mendengar
suara gelang kaki wanita. Sehingga wajah wanita lebih pantas untuk ditutup
untuk menghindarkan kemaksiatan.
Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata :
“Mudah-mudahan Allah merahmati wanita-wanita Muhajirin, dimana ketika turun
ayat : Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada (keleher)
mereka ( S. An-Nuur : 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka
berkerudung dengannya.[29]
Ibnu Hajar berkata :Perkataan “lalu
mereka berkerudung dengannya“, maknanya adalah mereka menutupi wajah mereka.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang mewajibkan hijab. Dan diantara para Ulama zaman ini yang merajihkan
pendapat ini (mewajibkan cadar) adalah Syeikh Muhammad As-Sinqithi, Syeikh
Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syeikh Abdullah bin
Jarullah bin Ibrohim Al-Jarullah, Syeikh Bakar Abu Zaid, Syeikh Musthofa
Al-Adawi dan para Ulama lainnya.
Dalil-dalil
yang tidak mewajibkan cadar.
Allah berfirman :
قل
للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
وليضربن بخمورهن على جيوبهن
Tentang perhiasan yang biasa nampak,
Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang dimaksud adalah wajah dan telapak tangan.
Berdasarkan penafsiran Shahabat ini
jelas bahwa wajah dan telapak tangan wanita boleh kelihatan, sehingga bukan
merupakan aurat yang wajib di tutup.
Allah berfirman :
وليضربن بخمورهن على
جيوبهن
Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedada (keleher) mereka.[31]
Ibnu Hazm Rahimahullahu berkata
:Allah Ta’ala memerintahkan para wanita menutup khimar (kerudung) pada
belahan-belahan baju (dada dan lehernya), maka ini merupakan nash untuk
menutupi aurat, leher dan dada. Dalam ayat ini juga terdapat nash bolehnya
membuka wajah, tidak mungkin selain itu.
Rasulullah bersabda kepada Ali
Radhiyallahu 'Anhu : Wahai Ali, janganlah engkau turutkan pandangan (pertama)
dengan pandangan (kedua), karena engkau berhak pada pandangan pertama, tetapi
tidak berhak pada pandangan kedua. [32]
Jarir bin Abdullah berkata : Aku
bertanya kepada Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pandangan
tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau bersabda : “Palingkan pandanganmu “.[33]
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: Dalam hadits
diatas terdapat hujjah bahwa wanita tidak wajib menutup wajahnya dijalan,
tetapi hal itu adalah sunnah yang disukai. Dan yang wajib bagi laki-laki ialah
menahan pandangan dari wanita dalam segala keadaan, kecuali untuk tujuan yang
syar’i. Hal itu di sebutkan oleh Imam An-Nawawi dan beliau tidak menambahinya.
Jabir bin Abdullah berkata: “Aku
menghadiri shalat hari ‘ied bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah, dengan tanpa adzan dan iqomat. Kemudian
beliau bersandar pada Bilal, maka beliau memerintahkan untuk bertaqwa kepada
Allah dan mendorong untuk mentaatiNya. Beliau menasehati dan mengingatkan orang
banyak. Kemudian beliau berlalu sampai mendatangi para wanita, lalu beliau
menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau bersabda: “Hendaklah kalian
bersedekah, karena mayoritas kalian adalah bahan bakar neraka jahannam. Maka
berdirilah seorang wanita dari tengah-tengah mereka, yang pipinya merah
kehitam-hitaman, lalu bertanya, “Mengapa demikian wahai Rosulullah?”. Beliau bersabda: “Karena kalian banyak
mengeluh dan mengingkari (kebaikan) suami.” Maka para wanita itu mulai
bersedekah dengan perhiasan mereka, yang berupa giwang dan cincin, mereka
melemparkan pada kain Bilal. [34]
Hadits ini jelas menunjukkan wajah
wanita bukan aurat, yakni bolehnya wanita membuka wajah. Sebab jika tidak,
pastilah Jabir tidak dapat menyebutkan bahwa wanita itu pipinya merah
kehitam-hitaman.
Ibnu Abbas berkata : Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam memboncengkan Al-Fadhl bin Abbas……kemudian beliau
berhenti memberi fatwa kepada orang banyak. Datanglah seorang wanita yang
cantik dari suku Khats’am dan meminta fatwa kepada Rosulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Mulailah Al-Fadhl melihat wanita tersebut, dan kecantikannya
mengagumkannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun berpaling, tetapi
Al-Fadhl tetap melihatnya. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memundurkan
tangannya dan memegang dagu Al-Fadhl, kemudian beliau memalingkan wajah
Al-Fadhl dari melihatnya……. [35]
Ibnu Hazm Rahimahullah berkata :
“Seandainya wajah wanita merupakan aurat yang wajib ditutupi, tidaklah beliau
Shallallahu 'Alaihi Wasallam membenarkan wanita tersebut membuka wajahnya
dihadapan orang banyak. Pastilah Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam
memerintahkan wanita itu untuk menurunkan (jilbabnya) dari atas (kepala untuk
menutupi wajah). Dan seandainya wajahnya tertutup, tentulah Ibnu Abbas
Radhiyallahu 'Anhu tidak mengetahui wanita itu cantik atau buruk.”
Maka hadits ini menunjukkan bahwa
cadar tidaklah wajib bagi wanita, walaupun dia memiliki wajah yang cantik,
tetapi hukumnya adalah disukai (sunnah).
Al-‘Alamah Al-Albani berkata :
Anggapan terjadinya Ijma’ tentang wajah dan telapak tangan merupakan aurat yang
wajib ditutup, tidaklah benar. Bahkan telah terjadi perselisihan diantara
Ulama. Pendapat tiga Imam (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’I),
menyatakan bukan sebagai aurat. Ini juga merupakan satu riwayat dari Imam
Ahmad. Diantara Ulama besar madzhab Imam Hanbali yang menguatkan pendapat ini
ialah dua Imam, yakni Ibnu Qudamah dan Imam Ibnu Muflih. Ibnu Qudamah
Rohimahullah berkata dalam Al. Mughni: “Karena kebutuhan dalam rangka jual beli
terkadang mendorong seseorang untuk membuka wajahnya, demikian juga membuka
telapak tangan untuk mengambil dan memberi.
Inilah ringkasan dalil-dalil para
Ulama’ yang tidak mewajibkan cadar. Sehingga dapat disimpulkan : “Dalil- dalil
yang disebutkan oleh para Ulama’ yang mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan
kewajiban wanita untuk berhijab (menutup wajah) dan berjilbab serta menutupi
perhiasannya secara umum. Dalil-dalil yang disebutkan oleh para Ulama’ yang
tidak mewajibkan cadar begitu kuat, menunjukkan wajah dan telapak tangan
wanita, bukan aurat yang wajib ditutup. ” Wallahu A’lam.
Demikianlah diantara kriteria pakaian
muslim dan muslimah yang disebutkan oleh para Ulama berdasarkan dalil-dalil
dari Al Qur’an dan As Sunnah.
[1] HR.
Al Hakim dan Ahmad
[2]. Jilbab Mar’atil Muslimah, hal : 142.
[3]. Ibid, hal : 144.
[4] At-Thabrani dalam Al-Mujam As-Shaghir hal.
232; Hadits lain tersebut dikeluarkan oleh Muslim dari riwayat Abu Hurairah. Lihat
Al-HAdits As-Shahihah no. 1326
[5] Dikutip
oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103
[6] Riwayat Al-Baihaqi II/234-235; Muslim binAl-Bitthin
dari Ani Shalih dari Umar
[7]. Ibid, hal : 153.
34. Nailul Author, Juz II hal : 115.
[9] HR.
An. Nasa’I, Abu Dawud, Ahmad, At. Tirmidzi dan Al. Hakim
[10] HR. Muslim
[12] HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad
[13].
Ibid, hal: 179.
[14]
Al. Kaba’ir, hal : 67.
[15] QS.
Al Baqarah:120
[16] HR.
Abu Daud dan Ahmad
[17] HR
At Tirmidzi dan dihasan kan oleh Al Albani
[18] Tuhfatul Arus.Hal 366.
[19] Jilbab Mar’ah Muslimah.Hal 257.
[20] HR.
Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad
[21] Nailul Author Juz II Hal 111.
[22] Masalah ini kami nukil dari “ Majalah
As-Sunnah “ edisi 05 dan 06 / VI / 1423 H - 2003 M.
[23] QS. An-Nuur : 31
[24] QS.
Al. Ahzab : 59
[25] HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah
[26] HR. Ibnu Khuzaimah dan Al. Hakim
[27] QS. An-Nuur : 31
[28] QS. An-Nuur : 31
[29] HR. Bukhari, Abu Dawud
[30] QS. An-Nuur : 31
[31] QS. An-Nuur: 31
[32] HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan di
hasankan oleh Al-Albani
[33] HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi
[34] HR. Muslim
[35] HR. Bukhari dan Muslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar