Minggu, 07 September 2014

Menambah Rizki Dengan Silaturrahim

Diantara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim.  Pembicaraan masalah ini dengan memohon pertolongan Allah akan  dibahas melalui empat poin berikut: 
A. Makna Silaturrahim 
Makna "ar-rahim" adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ar-rahim" secara umum adalah dimak-sudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak." Menurut pendapat lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja. Pendapat pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal tidak demikian." Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah (ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para karib kerabat dekat baik menurut garis keturunan maupun perkawinan berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.

B. Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki 
Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah  menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Di antara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku mendengar  
     Rasulullah  bersabda: 
    "Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan 
     umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim". 
2. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik  bahwasanya 
     Rasulullah  bersabda: 
     "Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan 
     murnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim." 
     Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi  menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal,  
     kelapangan rizki dan bertambahnya usia. Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh 
     makhluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad . 
     Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu 
     silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu 
     dengan  "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim." Artinya, dengan sebab    
     silaturrahim. Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik  dalam kitab shahihnya 
     dan beliau memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya 
     Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyam-bung Silaturrahim.
3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim   
    dari Abu Hurairah , dari Nabi  beliau bersabda: "Belajarlah tentang nasab-nasab kalian 
    sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim 
    adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya  
    harta dan bertambahnya usia." 
    Dalam hadits yang mulia Ini Nabi  menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga 
    hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
4. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan 
    Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib  dari Nabi, beliau bersabda: "Barangsiapa senang 
    untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian  
    yang  buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim." 
    Dalam hadits yang mulia ini, Nabi  yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat 
    yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan 
    menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.
5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar  ia berkata: 
    "Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya 
    dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya." 
6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam ber-kembangnya harta benda dan 
    menjauhkan kemiskinan, sam-pai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim,
    harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari 
    kefakiran, karena karunia Allah .
    Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah  dari Nabi  bahwasanya beliau  
    bersabda: 
    "Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim. 
    Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa berkembang 
    dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah 
    ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan 
    (kekurangan)." 

C. Apa Saja Sarana Silaturrahim?
Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya. Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, de-ngan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a." Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat). 

D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat  
Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silatur-rahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majelis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta bersi-kap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.
Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman: 
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan ber-laku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8). 

Demikian pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma' binti Abu Bakar  yang menanyakan Rasullah  untuk bersilaturrahmi kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits ini diantaranya disebutkan: 
"Aku bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap, apakah aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?' Beliau  menjawab, 'Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu'." 
Tetapi, itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majelis dengan mereka. Bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut de-ngan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah ber-firman: 
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-sudara atau pun keluarga me-reka." (Al-Mujadilah: 22)
Makna ayat yang mulia ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi adalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut.
Dan berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majelis dengan mereka.

Imam Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik: "Saya berkata, 'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka memusuhi'."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata: "Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan Rasul-Nya), bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat." Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari Surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut ada-lah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut dalam kondisi demikian dapat dikategorikan sebagai silaturrahim. 

Dalam hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih terus membandel. Kemudian, hal itu (pe-mutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar