A. Makna Silaturrahim
Makna
"ar-rahim"
adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ar-rahim"
secara
umum adalah dimak-sudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka
terdapat garis nasab
(keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau
tidak." Menurut
pendapat lain, mereka adalah maharim
(para kerabat dekat yang haram dinikahi) saja. Pendapat
pertama lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman
dan anak-anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang
haram dinikahi, padahal tidak demikian." Silaturrahim,
sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah
(ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para karib kerabat
dekat baik menurut garis keturunan maupun perkawinan berlemah
lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka.
B. Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki
Beberapa hadits dan atsar menunjukkan bahwa Allah menjadikan silaturrahim termasuk di antara sebab kelapangan rizki. Di antara hadits-hadits dan atsar-atsar itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku mendengar
Rasulullah bersabda:
"Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan
umurnya) maka hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim".
2. Dalil lain adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya
Rasulullah bersabda:
"Siapa yang suka untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan usianya (dipanjangkan
murnya), hendaklah ia menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia di atas, Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal,
kelapangan rizki dan bertambahnya usia. Ini adalah tawaran terbuka yang disampaikan oleh
makhluk Allah yang paling benar dan jujur, yang berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad .
Maka barangsiapa menginginkan dua buah di atas hendaknya ia menaburkan benihnya, yaitu
silaturrahim. Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu
dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim." Artinya, dengan sebab
silaturrahim. Imam Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik dalam kitab shahihnya
dan beliau memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Banyaknya
Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyam-bung Silaturrahim.
3. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim
dari Abu Hurairah , dari Nabi beliau bersabda: "Belajarlah tentang nasab-nasab kalian
sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena sesungguhnya silaturrahim
adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga (kerabat dekat), (sebab) banyaknya
harta dan bertambahnya usia."
Dalam hadits yang mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga
hal, di antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
4. Dalil lain adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan
Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi, beliau bersabda: "Barangsiapa senang
untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari kematian
yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat
yang terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan rizki.
5. Dalil lain adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ia berkata:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Tuhannya dan menyambung silaturrahim, niscaya
dipanjangkan umurnya dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
6. Demikian besarnya pengaruh silaturrahim dalam ber-kembangnya harta benda dan
menjauhkan kemiskinan, sam-pai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim,
harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari
kefakiran, karena karunia Allah .
Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abu Bakrah dari Nabi bahwasanya beliau
bersabda:
"Sesungguhnya keta'atan yang paling disegerakan pahalanya adalah silaturrahim.
Bahkan hingga suatu keluarga yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa berkembang
dan jumlah mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah
ada suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan
(kekurangan)."
C. Apa Saja Sarana Silaturrahim?
Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta (upaya) untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya. Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, de-ngan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do'a." Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat).
D. Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat
Sebagian
orang salah dalam memahami tata cara silatur-rahim dengan para ahli
maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti
juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu
majelis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta bersi-kap
lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.
Semua
memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat
dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang
kafir. Allah berfirman:
"Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan ber-laku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah:
8).
Demikian
pula sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma' binti Abu Bakar yang
menanyakan Rasullah untuk bersilaturrahmi kepada ibunya yang
musyrik. Dalam hadits ini diantaranya disebutkan:
"Aku
bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap, apakah
aku harus menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?' Beliau
menjawab, 'Ya, sambunglah (silaturrahim) dengan ibumu'."
Tetapi,
itu bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk
satu majelis dengan mereka. Bersama-sama makan dengan mereka serta
bersikap lembut de-ngan orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut.
Allah ber-firman:
"Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-sudara atau pun keluarga me-reka."
(Al-Mujadilah:
22).
Makna
ayat yang mulia ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi
adalah bahwasanya tidak akan bertemu antara iman dengan kecintaan
kepada musuh-musuh Allah. Karena jika seseorang mencintai orang lain
maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang tersebut.
Dan
berdasarkan ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi
kelompok Qadariyah dan tidak duduk satu majelis dengan mereka.
Imam
Al-Qurthubi mengomentari dasar hukum Imam Malik: "Saya berkata,
'Termasuk dalam makna kelompok Qadariyah adalah semua orang yang
zhalim dan yang suka memusuhi'."
Al-Hafizh
Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata:
"Artinya, mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka
menentang (Allah dan Rasul-Nya), bahkan meskipun mereka termasuk
kerabat dekat." Sebaliknya,
silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi
mereka agar tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari Surga.
Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan
tersebut ada-lah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka
pemutusan hubungan tersebut dalam kondisi demikian dapat
dikategorikan sebagai silaturrahim.
Dalam
hal ini, Imam Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika mereka itu
orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan
dengan mereka karena Allah adalah (bentuk) silaturrahim dengan
mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan
memberitahu mereka, dan mereka masih terus membandel. Kemudian, hal
itu (pe-mutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau
menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap
berkewajiban mendo'akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka
kembali ke jalan yang lurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar